Kamis, 15 Desember 2022

Mengenal apa itu Climate Justice (Keadilan Iklim) dan Conscious Consumers (Konsumen yang Sadar)

 


Haloha! Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan selamat. Anyway, beberapa pekan terakhir banyak berita yang mengabarkan tentang bencana alam. Mostly didominasi oleh bencana alam hasil aktivitas bawah permukaan bumi (gempa bumi). Tapi beberapa daerah di Indonesia juga diberitakan sedang dilanda hidrometeorologis berupa banjir. Selain karena intensitas curah hujan, faktor pendorong terjadinya banjir juga beranekaragam.

Omong-omong soal fenomena-fenomena hidrometeorologis, tentu sudah bukan hal baru buat kita. Hampir semua orang tau bahwa akhir-akhir ini cuaca dan musim sulit diprediksi, yang mana hal tersebut merupakan imbas secara langsung dari perubahan iklim. Petani yang mengandalkan kalender musim untuk mengetahui masa tanam juga mulai kesulitan. Dampaknya apa? Mereka semakin rentan secara ekonomi dan ekologis. Tidak hanya petani, nelayan maupun masyarakat yang hidup di sekitar wilayah pesisir juga merasakan dampak akibat adanya perubahan iklim.

Kalau dipikir-pikir, ketika kita bicara soal perubahan iklim, menurut teman-teman, siapa yang paling rentan terdampak?

Saat ini banyak negara di dunia yang sedang bertumbuhkembang pesat dalam hal industri, automatisasi, dan teknologi yang juga sedikit banyak menyumbang emisi dan perubahan iklim. Sementara, di saat yang bersamaan – mungkin juga di sekitar kita, ada petani yang menangis karena gagal panen, ada nelayan yang tidak bisa memberikan akses pendidikan kepada anaknya karena hasil tangkapan ikan mulai berkurang, dan ada keluarga di sekitar wilayah pesisir yang mulai bingung hendak tinggal dimana karena rumahnya mulai tergenang banjir rob setiap pasang melanda.

berita yang cukup viral beberapa waktu lalu, source: Kompas.com


Sudah tentu, non-privileged akan sangat rentan merasakan dampak dari adanya perubahan iklim ini.

Dari hal tersebut, maka muncul istilah Climate Justice, atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “keadilan iklim”. Apa itu Climate Justice / Keadilan iklim?

Menurut MIT Climate Portal, secara sederhana, keadilan iklim adalah prinsip bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan yang menyebabkan perubahan iklim maupun beban dampak perubahan iklim harus didistribusikan secara adil.

Dalam kacamata tatanan global, keadilan iklim berarti bahwa negara-negara yang menjadi “kaya” melalui emisi karbon memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya menghentikan pemanasan global, tetapi juga membantu negara-negara lain beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengembangkan ekonomi dengan teknologi tanpa polusi.

Keadilan iklim juga menuntut keadilan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan lingkungan (environmental decision making). Prinsip ini memusatkan pada mereka yang paling tidak bertanggung jawab dan mereka yang paling rentan terhadap krisis iklim sebagai parameter pengambilan keputusan dalam rencana global dan regional untuk mengatasi krisis iklim. Hal ini juga berarti mengakui bahwa perubahan iklim mengancam prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, yang menyatakan bahwa semua orang dilahirkan dengan martabat dan hak yang sama, termasuk atas pangan, air, dan sumber daya lain yang diperlukan untuk mendukung penghidupan yang layak.

Saat ini lebih banyak disebut sebagai keadilan iklim dibandingkan dengan aksi iklim, hal tersebut berimplikasi pada pembuatan kebijakan, diplomasi, studi akademis dan aktivisme, dengan memberikan perhatian pada bagaimana respons yang berbeda terhadap perubahan iklim.

Hmm terdengar sangat strategis, politis, dan berat ya untuk tatanan orang awam?

Terus, kita-kita ini apakah bisa mendukung keadilan iklim? Jawabannya: BISA.

Salah satu upaya untuk mendukung terciptanya keadilan iklim adalah dengan menjadi konsumen yang sadar dan bijak (conscious consumers).

Apa itu conscious consumers?

conscious consumers | sc: medium NH Staff

Sederhananya, perilaku konsumen dalam membeli produk berdasarkan sejauh mana mereka peduli terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Misal, ketika memutuskan untuk belanja sayur dan buah. Kita akan memilih untuk belanja sayur dan buah lokal yang ditanam oleh petani dan memanfaatkan sumberdaya lahan di sekitar kita. Selain untuk memutar roda perekonomian lokal, secara tidak langsung kita juga bisa mengurangi “rantai emisi” dari proses distribusi/transportasi yang dipotong disini (karena beli dari hasil pertanian di sekitar, jadi petani tidak perlu mendistribusikan dengan rantai panjang melalui berbagai moda transportasi. Kitanya juga langsung bisa beli haappp di tempat, hemat pula! Hehe)

Atau, ketika kita memutuskan ke mall, membeli pakaian (pada saat udah butuh banget ya, bukan cuma karena laper mata hehe), kita bisa memilih tuh, produk mana yang “bisa bercerita”: dari apa sih bahan pakaian ini, dihasilkannya melalui proses yang seperti apa, dibuat oleh siapa, dan bagaimana komitmen keberlanjutannya (sustainability commitment).

Saat ini, banyak sekali produk-produk yang sudah “mampu bercerita”. Selain tanggungjawab secara sosial dan lingkungan dari produsen, konsumen dunia saat ini juga sudah semakin sadar dengan produk-produk yang mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan. Buktinya, saat ini beberapa negara di dunia telah membuat peraturan terkait dengan responsible sourcing untuk produk yang akan masuk atau yang akan mereka jual. Dan komitmen ini bukan lagi hanya berlaku di satu pihak saja, melainkan mulai diterapkan di berbagai pihak dan sektor.

Jadi, sudah siap untuk berproses menjadi konsumen yang sadar dan bijak?

Yuk ceritakan pengalaman atau rencanamu untuk mewujudkan keadilan iklim melalui conscious consumer!

1 komentar: