Hai haii! apakabar? btw tulisan ini ditulis bertepatan dengan HUT RI ke-77, Happy Independence Day ya!
berbicara soal kemerdekaan, kadang ada hal yang "menggelayut" dan pertanyaan yang sering muncul di kepala. sudahkah kita benar-benar 'merdeka'? atau ternyata hanya segelintir dari kita saja yang terjamin hak-haknya? kita yang tinggal di kota dengan segenap fasilitas yang mumpuni, kita yang menempuh pendidikan formal dan berbicara dengan bahasa internasional, kita... yang ketika melihat dunia luar hanya dalam satu genggaman telepon pintar. hmmm...
bagaimana dengan beberapa dari kita yang tinggal nun jauh disana, tidak terakses secara mudah -- setidaknya semudah kita yang di kota...
teman-teman, pasti disini pernah dengar soal istilah "indigenous people"? pernah dong pasti!
sebenarnya definisi indigenous people yang sering digunakan dalam istilah global -- dalam padanan bahasa Indonesia disini masih banyak memiliki penafsiran yang berbeda-beda. namun, di tulisan kali ini, aku mau mencoba memadankan istilah "indigenous people" dengan terminologi "masyarakat adat".
Apa sih masyarakat adat itu?
berdasarkan definisi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. selain itu, masyarakat adat juga memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.
kebetulan banget, beberapa hari yang lalu, Eco Blogger Squad dan Rumah AMAN menyelenggarakan online gathering membahas seputar topik masyarakat adat. materi disampaikan oleh Kak Mina Setra selaku sekjen Deputi IV AMAN urusan Sosial dan Budaya.
Nah, balik lagi ke topik definisi tadi. selain definisi kerja yang dinyatakan oleh AMAN, terdapat pula definisi lain menurut para ahli. salah satunya menurut Hazairin (1970) yang mendefinisikan masyarakat adat sebagai “Sebuah kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua warganya".
di Indonesia sendiri, populasi Masyarakat Adat cukup tinggi dengan perkiraan mencapai sekitar 40-70 juta jiwa dan tergabung lebih dari 1.100 suku. sayangnya beberapa dari mereka kerap kali mengalami diskriminasi, stigma, kekerasan, dan intimidasi (terutama dalam kasus pembukaan wilayah ekstraksi sumberdaya alam yang mencakup daerah mereka). Secara konstitusional, Indonesia telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat, tercantum di dalam Pasal 18B ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” dan Pasal 28I ayat (3)“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban."
RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (Hasil Paripurna DPR, 11 April 2013) menjabarkan mengenai karakteristik masyarakat hukum adat, antara lain:
- sekelompok masyarakat secara turun temurun;
- bermukim di wilayah geografis tertentu;
- adanya ikatan pada asal usul leluhur;
- adanya hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam;
- memiliki pranata pemerintahan adat; dan
- adanya tatanan hukum adat di wilayah adatnya.
Berdasarkan uraian diatas, salah satu hal yang menarik dan fundamental terkait dengan masyarakat adat adalah "adanya hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, dan sumberdaya alam". masyarakat adat memiliki pengetahuan yang lebih mendalam dan komprehensif tentang wilayah beserta sumberdaya yang ada di dalamnya. hal ini tentu menjadi suatu hal yang sangat penting, utamanya berkaitan dengan kelestarian alam dan lingkungan.
pengetahuan masyarakat adat mengenai alam dan lingkungannya menjadikan mereka "mengambil secukupnya, melestarikan sebaik-baiknya", karena keberlangsungan hidup dan generasi selanjutnya juga sangat dipengaruhi oleh alam. dalam hal bercocok tanam, masyarakat adat mengetahui musim tanam yang cocok dengan menggunakan sistem kalender tanam tradisional. sementara itu untuk ekstraksi sumberdaya alam seperti tetumbuhan di hutan, masyarakat adat juga mengambil seperlunya untuk kebutuhannya (tidak berlebihan atau transaksional rantai panjang). sehingga pengelolaan sumberdaya alam berjalan seimbang dengan penghidupan (livelihood).
sayangnya, sering kita jumpai masyarakat adat ini sangat rentan mengalami diskriminasi dan intimidasi, terutama terkait dengan pembangunan. beberapa program bertajuk "pembangunan" maupun perluasan ekstraksi sumberdaya alam skala besar tidak jarang menyentuh wilayah adat dan hutan setempat, akibatnya tidak jarang pula dijumpai konflik antara masyarakat adat dan perusahaan. salah satunya masyarakat Dayak Modang Long Wai di Kalimantan dengan salah satu perusahaan sawit.
source: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56293417 |
oleh karenanya, peraturan perundangan yang menjamin kelangsungan hidup masyarakat adat menjadi sangat penting. pengesahan RUU Masyarakat Adat diharapakan bisa menjembatani masyarakat adat dengan Negara. dalam artian pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan kepada masyarakat adat dijalankan oleh Negara dengan peraturan yang jelas, lengkap dan relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar