Tidak terasa agenda Conference of Parties ke 26 (COP 26) sedang diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya, ya! Anyway, Agustus 2021 lalu, atau lebih tepatnya 3 bulan yang lalu, Intergovernmental Panel on Climate Change atau yang lebih dikenal dengan IPCC mengeluarkan sebuah report statement yang tidak main-main: “Red-Code for Humanity”!
Apa itu?
Red Code for Humanity,
atau diartikan “Kode Merah untuk Kemanusiaan” berkaitan dengan kondisi bumi dan
krisis iklim yang makin memprihatinkan. Krisis iklim ini meluas, makin cepat,
makin intensif, dan belum pernah disaksikan sebelumnya. Begitu cuplikan singkat
dari assessment report IPCC.
Quotation IPCC (sc: IPCC twitter) |
Mengapa kemudian
disebut sebagai kode merah? Hematnya, manusia diambang kritis. Kenapa begitu?
15 Oktober lalu,
Eco-Blogger Squad mengadakan online gathering yang dibersamai oleh YayasanMadani Berkelanjutan dengan pembicara Kak Anggi mengulas dan mendiskusikan
terkait dengan hal ini.
Banyak fenomena alam
dan sosial yang ternyata apabila ditarik benang merahnya, maka akan terhubung
ke satu penyebab: krisis iklim.
Pernah tidak kita
ngerasa suhu makin panas dan udara ga sesejuk dulu? Atau pernah mendengar berita
banjir ada dimana-mana, tanah longsor, kekeringan, krisis air bersih, gagal
panen?
berita kekeringan di Jawa Timur (sc: CNN) |
Berita Kekeringan di Kota Samarinda (sc: CNN) |
Kebayang enggak sih,
kalau hal ini terjadi terus-menerus? Siapa yang terkena dampaknya? Sudah tentu
kita, manusia yang akan merasakan dampaknya.
Suhu bumi yang
meningkat akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan termal yang dapat mempengaruhi sistem atmosfer dan
menyebabkan “anomali” atau kondisi yang tidak normal (tidak seperti biasanya). Keadaan
ini kemudian memicu banyak kejadian hidrometeorogis yang juga mempengaruhi
sistem bumi secara keseluruhan.
Pada tahun 2015 diselenggarakan
COP ke 21 di Paris, yang kemudian menghasilkan “Paris Agreement”. Dalam
kesepakatan tersebut, kita semua harus bisa menjaga suhu bumi agar tidak
mengalami kenaikan lebih dari 2 derajat celcius, bahkan harus kurang dari 1,5
derajat celcius. Implementasi Paris Agreement memerlukan transformasi ekonomi
dan sosial serta dukungan dari ilmu pengetahuan dan riset aktual. Paris
Agreement bekerja dalam 5-years cycle untuk meningkatkan ambisi aksi
iklim negara-negara di dunia. Di tahun 2020, negara-negara yang terlibat men-submit
rencana mereka terkait dengan aksi iklim yang kemudian dikenal sebagai nationally
determined contributions (NDCs)
Masalahnya yang
terjadi saat ini adalah krisis iklim yang sangat cepat dan seperti tidak kenal
kompromi. Sejak pre-revolusi industri hingga saat ini, suhu bumi telah
meningkat sebesar 1,1 derajat celcius, dan 2.400 miliar ton CO2 yang
dikeluarkan manusia hingga saat ini. Dengan hitungan rata-rata manusia mengeluarkan
40 miliar ton/tahun CO2, maka hanya ada peluang 50:50 untuk tetap bertahan
di angka 1,5 derajat celcius!
Grafik perubahan suhu permukaan global tahun 1850-1900 (sc: IPCC report) |
Gambar diatas
menunjukkan bahwa terdapat kenaikan signifikan suhu permukaan global secara
rata-rata. Apa yang terjadi jika kita tidak bisa menjaganya untuk tetap dibawah
1,5 derajat celcius?
Bayangkan, kenaikan
suhu rata-rata permukaan bumi sebesar 0,1 derajat celcius saja sudah bikin
banyak kondisi tidak nyaman: bencana, gagal panen, masalah kesehatan, dan lainnya.
Apa kabar jika suhunya meningkat lebih dari itu?
Berdasarkan laporan
IPCC, pengaruh manusia adalah "sangat mungkin" (90%) pendorong utama berkurangnya
gletser global sejak 1990-an dan penurunan es di laut Arktik. Oleh sebab itu,
perlu AMBISI besar untuk menjaga bumi dan agar krisis iklim tidak makin parah 😊
BUKAN SEKADAR AMBISI:
Jika hanya ambisi, siapapun pasti memiliki. Namun, bisakah kita BERGERAK
tidak hanya sekadar ambisi tetapi juga kesadaran diri dan niat tulus untuk
menjaga bumi?
Pemerintah dan lembaga besar dunia saat ini memang sudah gencar mengupayakan
planet berkelanjutan dan memitigasi risiko krisis iklim, beberapa contohnya
adalah dengan menerapkan energi terbarukan, perluasan green job sectors, pendanaan
hijau, maupun mendorong perusahaan untuk menerapkan ESG. Namun hal ini tidak
akan cukup apabila kita semua tidak memiliki ambisi untuk bergerak.
Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga bumi dari mimpi
buruk krisis iklim yang semakin menghantui. Beberapa hal sederhana tersebut
diantaranya:
- Habiskan makanan! Sisa makanan maupun bahan makanan ternyata dapat menjadi salah satu pemicu krisis iklim. Daripada terbuang banyak, tidak ada salahnya kan menghabiskan makanan yang sudah kita ambil? Sampah organik di dapur pun bisa jadi bahan untuk kompos kan? Hihi
- Diet kantong plastik! Sebisa mungkin, ketika berbelanja atau membawa sesuatu, hindari penggunaan kantong plastik. Akan lebih bijak jika kita kemana-mana bawa tas/wadah yang bisa digunakan berkali-kali untuk mengurangi sampah plastik!
- #CerdasBerpakaian. Kenali, pakaian kita asalnya dari mana, apakah bahan yang digunakan terbuat dari bahan yang mudah terurai, atau malah dari mikroplastik yang butuh waktu lama untuk terurai? Selain itu, penerapan slow fashion juga tidak ada salahnya. Tidak sering-sering membeli baju selain untuk menghemat, tetapi juga bisa untuk menjaga lingkungan loh!
- Hidup dengan mindfulness. Mengamati alam sekitar dan menciptakan kesadaran bahwa kita adalah bagian dari alam itu sendiri; secara tidak langsung kita akan mulai tergerak untuk menjaga alam, sesederhana jalan kaki untuk menuju tempat dengan jarak yang tidak jauh, menggunakan kendaraan umum, dan hemat energi.
- YUK BERISIK! Sampaikan “kengerian” ini ke sekitar! Pastikan kita semua sadar dan tergerak karena isu iklim bukan hanya isu kelas pejabat, tapi semua dari kita juga terlibat dan terdampak.
Terakhir, jangan lelah
menjaga diri kita dan tempat tinggal kita satu-satunya: bumi.
Yuk share, kira-kira apa kekhawatiranmu jika krisis iklim semakin parah, dan apa yang akan kamu lakukan untuk mengurangi dampaknya? Bisa ditulis di kolom komentar yaa, siapa tau menjadi inspirasi bagi yang lain. Hihihi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar