Minggu, 05 April 2015

BOPON

"Dua hal yang ndak boleh kamu tinggalkan, Nduk. Sholat dulu sebelum menuntut ilmu disekolah, sama ngaji, supaya hatimu ayem." 

Serambi rumah tua berdinding kayu jati selalu menjadi saksi perbincangan kami. Aku dan kakek ku. Setiap hari selepas beliau mengkhatamkan satu juz pukul 02.00 pagi, beliau mengusap ubun - ubunku. mengatakan, "Allah kangen sujudmu, Nduk." aku terbangun, diantarnya ke kiwan untuk ambil wudhlu, kemudian dua rakaat ditambah tiga rakaat, beliau tuntun.

Fajar selalu menjadi saksi ketika kakek dan aku bercengkrama didepan teras rumah, dengan buku digenggamanku. Saat itu aku masih kelas VI SD. Mendekati Ujian Nasional. Aku tidak bisa lepas dari buku - buku itu, entah kenapa. buku yang setiap hari selalu kubaca hingga sampai saat ini aku masih ingat betul dihalaman berapa buku itu membahasan kerusakan glomerulus. Buku itu adalah buku milik bapakku ketika beliau masih SMA. Orang keren tamatan SMA Muhammadiyah Sumberejo itu masih menyimpan buku - bukunya, dan aku menyukai buku - buku itu, buku terbitan Balai Pustaka tahun 1972.

"Hidup itu harus disikapi secara sederhana." timpal kakek. 
aku masih menggenggam buku itu dan mendengarkan kakek. matahari mulai kelihatan. 
"Mandilah. Majlis ilmu wis ngenteni."



***
bersama Mbak Sidah, Ana, Mita, Naning, dan Desi aku pergi menapaki jalan aspal yang bolong - bolong. sekolahku terbilang dekat, hanya beberapa ratus meter dari rumah. Nenekku tadi sudah menyiapkan tajin sebelum aku berangkat. 

Disekolah, seperti biasa. aku menjalani apa adanya, dengan guru - guru inspiratif. Pak Mar, begitu aku memanggilnya. Beliau merupakan sosok guru yang mengayuh sepedanya sejauh kurang lebih 18 km untuk sampai di desa kami. menyeberangi sungai, dan kembali lagi mengayuh melewati sawah - sawah hijau di kaki pegunungan kapur utara. 

Beliau sering bercerita. Ada sebuah negeri nun jauuuh disana. orang menyebutnya negeri matahari terbit. orang - orangnya bermata sipit dan berkulit putih. disana ada gunung yang sangaaatt tinggi. namanya gunung Fujiyama. aku sangat senang ketika beliau menceritakan itu. terlintas dibenakku keingintauan, seperti apa ya, tempat itu. 

aku bersekolah di SD Negeri satu - satunya didesa. SD yang juga merupakan tempat bersekolah Ibu Bapakku. periode belajarnya adalah dari jam 7 hingga jam 12 siang. ketika memasuki pukul 11.45 perutku sudah mulai keroncongan. uang saku 500 rupiah dari tadi pagi belum aku belikan apapun. hingga bel berbunyi.

Biasanya ketika pulang dari sekolah, aku dan teman - temanku bercengkrama didepan pintu masuk kompleks SD. SD ku tidak memiliki pintu gerbang. namun memiliki pintu - pintu keikhlasan yang mendidik kami semua. ada sebuah bangku legendaris yang dibuat dengan tumpukan batu bata. disana aku dan teman - temanku biasanya bercerita tentang cita - cita. Ada yang ingin menjadi tentara, menjadi guru, dokter, polisi, dan masih banyak lagi. Naning, dengan badannya yang kekeuh ingin suatu hari nanti dia bisa menjadi polisi. dan Mita, ingin menjadi pegawai kantoran dengan sepatu tinggi dan rok mini. Ah mimpi - mimpi itu... 

Sembari perjalanan, kami memiliki rencana belajar. namun aku tidak mengiyakan. selepas Dhuhur nanti, aku mau memandikan Bopon. Bopon adalah sapi gagah jenis Brahman anak dari sapi yang sebelumnya dibeli oleh Bapak. matanya kecokelatan, kulitnya kemerahan. dikepalanya yang belum tumbuh tanduk terdapat rambut halus yang menutupi "calon" tanduknya, aku sangat menyukai bulu putih itu, setiap akan dan pulang sekolah aku menyempatkan untuk mengelusnya.

Teman sepermainanku yang juga sering memandikan sapi sapinya adalah Saeful. kebetulan hari itu kami tidak bertemu. aku pergi ke sungai dengan Bapak, Mbak Is, dan Khatijah. Bopon sangat senang ketika mandi. dia seolah - olah menikmati tariannya didalam air. sementara itu, aku menaiki punggungnya. Aku sudah cukup menghilangkan rasa jijikku dengan hal yang berbau demikian semenjak berusia 4 tahun.

Bopon digosok dengan jerami yang dililitkan satu sama lain membentuk seperti spons penggosok panci. sesekali dia meraung. entah karena senang ataukah kedinginan. selepas dari sungai, Bopon jerum disamping rumah. Batang padi yang masih hijau menjadi santapannya. Sorenya, selepas ashar aku belajar mengaji dengan adikku yang masih kecil. Sebuah Al Qur'an berwarna hijau menjadi penuntun kami belajar, Al Qur'an yang aku dapatkan sebagai hadiah ketika lomba Qiro'atul Qur'an pada saat kelas lima SD. Aku sangat menyayanginya. Entah mengapa, aku sering melantunkan QS. Al - Imran ayat 133 - 140. karena ayat itu yang mengantarku menjadi juara dalam lomba MTQ se-desa. hehe

***

Suatu hari setelah sekitar tahun 2009, tepatnya ketika usia Bopon sudah hampir dua tahun, Bapak membawa seseorang bertopi koboi. dalam hatiku aku ketakutan. dari bilik ruang tengah aku mendengarkan pembicaraan meraka. Bopon mau dijual! dyar! sapi yang selama ini aku besarkan, aku mandikan disungai, aku beri minum, aku beri makan, aku suapi dengan rumput hijau dari tegalan, harus dipisahkan dariku! tidaaak, aku masih ingin mendengar suara dengkurannya saat dia tiduran di samping rumah... aku masih ingin memberinya minum walaupun ketika musim kemarau harus mengangkat air dari sumur tetangga sejauh 400 meter. aku masih ingin mengelus jambulnya walaupun saat itu tanduknya sudah meninggi. ah sial!

transaksi dilakukan, deal. sapi itu terjual. aku lari sambil menahan air mata. aku mengadukannya kepada kakek. saat Bopon mau diangkat menuju truk, dia meraung keras sekali. sama, dalam hatiku juga meraung. mungkin karena sudah terjalin ikatan batin diantara kami. aku mengintip dari jendela kaca, aku meilhat Bopon berontak. dia tidak mau dibawa. Aku sudah tidak bisa menahan diriku. aku keluar dan mengelusnya, dan itu elusan terakhir kali. akhirnya, Bopon berhasil dibawa.

Aku masih dongkol di ruang tamu. Bapak menghitung uang, mata tajamnya mengisyaratkan kepadaku bahwa aku harus ikhlas. Ibuku tersenyum. 

Satu tahun sesudahnya, sebuah laptop baru Bapak belikan untukku. 
"Ini perjuanganmu kemaren, nduk. setidaknya ada gantinya Bopon walaupun harus nunggu satu tahun."

Aku terbelalak. sebuah laptop baru! benda yang begitu langka di desaku. hanya ada 4 pemilik. waw! aku meraihnya dan mencobanya. luar biasa! benda yang selama itu aku idam - idamkan, akhirnya kesampaian....

Rupanya bapak dan ibu membaca buku diary ku. 
"Andai aku bisa punya laptop. aku bisa menulis banyak hal, aku bisa menceritakan pada dunia tentang apapun, aku bisa membuka jendela, aku bisa menuangkan apa yang ada diotakku. aku bisa menceritakan tentang duniaku, atau mungkin dunia yang suatu saat akan bercerita tentangku? Ibu, aku kepengen punya laptop..."

Aku tertawa keras.

Saat ini, ketika aku menuliskan tentang ini, ini bukan fiktif. Ini adalah cerita nyata. dan benda yang aku gunakan untuk menuliskan kisah ini adalah "Bopon yang Terganti". 

Oiya, Bopon adalah singkatan dari Rebo Pon. hari dimana sapi kesayanganku itu terlahir kedunia. dan hari ketika kami harus dipisahkan.

1 komentar: